Apa Hukum Mensholatkan Orang Fasik Atau Ahli Maksiat

 

Hukum Mensholatkan Orang Fasik atau Ahli Maksiat

Pendahuluan

Shalat jenazah merupakan salah satu kewajiban kolektif (fardhu kifayah) bagi umat Islam terhadap saudaranya yang meninggal dunia. Dengan shalat jenazah, kaum Muslimin mendoakan ampunan dan rahmat Allah bagi si mayit. Namun, muncul pertanyaan: bagaimana hukumnya jika yang meninggal adalah seorang fasik atau ahli maksiat? Apakah ia tetap disholatkan?

Pembahasan ini penting, karena fenomena kemaksiatan di masyarakat tidak bisa dihindari. Banyak kaum Muslimin yang meninggal dalam keadaan masih terjerumus dosa besar atau dikenal dengan perilaku buruk. Maka, kita perlu melihat penjelasan ulama berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, dan ijtihad mereka.

Dalil Al-Qur’an dan Sunnah

1. Perintah Umum Mensholatkan Muslim

Allah Ta’ala berfirman:

وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
"Dan janganlah kamu sekali-kali shalat (jenazah) atas seorang yang mati di antara mereka (orang munafik), dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik."
(QS. At-Taubah: 84)

Ayat ini secara khusus ditujukan kepada orang munafik yang mati dalam kekufuran, bukan untuk Muslim fasik. Namun, sebagian ulama mengambil isyarat bahwa orang yang jelas-jelas menampakkan kefasikan berat, boleh untuk tidak disholatkan oleh tokoh masyarakat (sebagai sikap ta’zir), meski kaum Muslim tetap melaksanakannya.

2. Hadits Nabi ﷺ

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Shalatlah kalian atas orang yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illallah’."
(HR. Al-Bukhari no. 1330, Muslim no. 948)

Dalam riwayat lain:
"Hak seorang Muslim atas Muslim yang lain ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengikuti jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin."
(HR. Bukhari no. 1240, Muslim no. 2162)

Hadits ini menunjukkan bahwa mensholatkan jenazah Muslim — termasuk yang fasik — tetap bagian dari haknya sebagai Muslim, selama tidak keluar dari Islam.

Penjelasan dan Pendapat Ulama

1. Ulama Klasik

  • Imam An-Nawawi (w. 676 H)
    Dalam Al-Majmu’ (5/121), beliau menegaskan bahwa setiap Muslim yang meninggal tetap disholatkan, meskipun ia ahli maksiat, seperti pezina, peminum khamr, atau pelaku dosa besar lainnya. Namun, disunnahkan bagi orang yang memiliki kedudukan (ulama atau pemimpin) untuk tidak mensholatkannya sebagai bentuk peringatan bagi masyarakat.

  • Imam Ibn Qudamah (w. 620 H)
    Dalam Al-Mughni (2/365), beliau menukil:
    “Ahli maksiat tetap disholatkan, karena ia masih bagian dari kaum Muslimin. Akan tetapi, pemimpin atau ulama boleh tidak mensholatkannya, agar orang lain jera dengan perbuatan dosanya.”

  • Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H)
    Dalam Al-Umm (1/277), beliau berkata:
    “Setiap Muslim wajib disholatkan, baik yang saleh maupun yang fasik, selama ia tidak mati dalam keadaan murtad.”

2. Ulama Kontemporer

  • Syaikh Abdul Aziz bin Baz (w. 1420 H)
    Dalam Majmu’ Fatawa (13/123), beliau menjelaskan:
    “Ahli maksiat tetap disholatkan oleh kaum Muslim, tetapi para ulama atau pemimpin sebaiknya tidak ikut menyolatinya untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat.”

  • Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin (w. 1421 H)
    Dalam Asy-Syarhul Mumti’ (5/463), beliau mengatakan:
    “Mensholatkan jenazah Muslim adalah kewajiban, termasuk pelaku dosa besar. Namun, jika ia dikenal dengan kefasikannya, maka sunnah bagi tokoh agama untuk tidak mensholatkannya, agar menjadi nasihat bagi yang masih hidup.”

Poin Penting dan Kesimpulan

  1. Setiap Muslim tetap disholatkan
    Selama ia masih mengucapkan syahadat dan tidak keluar dari Islam, maka wajib bagi kaum Muslimin untuk menyolatkannya, baik ia orang saleh maupun ahli maksiat.

  2. Pengecualian hanya untuk orang kafir dan munafik
    Dalil QS. At-Taubah: 84 menunjukkan larangan shalat jenazah hanya berlaku untuk orang kafir/murtad/munafik, bukan untuk Muslim fasik.

  3. Ulama dan tokoh masyarakat boleh tidak ikut shalat
    Ini dilakukan sebagai bentuk pendidikan (ta’zir) bagi masyarakat agar menjauhi dosa besar. Contoh: Nabi ﷺ pernah tidak mensholatkan jenazah orang yang meninggal dalam keadaan masih berhutang, agar orang lain mengambil pelajaran.

  4. Pendapat paling kuat
    Menurut mayoritas ulama (jumhur), hukum asalnya jenazah ahli maksiat tetap disholatkan, karena ia masih memiliki hak sebagai Muslim. Namun, pemimpin atau ulama boleh tidak ikut mensholatkannya sebagai bentuk nasihat.

Penutup

Islam adalah agama rahmat. Meski seorang Muslim bergelimang dosa, selama ia tidak keluar dari Islam, ia masih memiliki hak sebagai Muslim — termasuk disholatkan. Namun, untuk memberikan efek jera, para pemimpin atau ulama boleh memilih tidak hadir dalam shalat jenazah orang fasik yang dikenal luas kemaksiatannya. Dengan demikian, masyarakat dapat mengambil pelajaran bahwa dosa besar memiliki konsekuensi berat, baik di dunia maupun di akhirat.

Ditulis oleh: Tim Islam Media

Terangi masa depan dengan cahaya Al-Qur'an. Satu gedung bisa melahirkan ribuan penghafal yang akan menjaga kalam Allah. Lewat ekspedisi Iman dari Kata ke Amal, IslamMedia.com ingin membangun Gedung Penghafal Al-Qur'an di pelosok negeri. Bantu anak-anak menjadi generasi Qur'ani..

Ayo donasi via amalsholeh

Posting Komentar untuk "Apa Hukum Mensholatkan Orang Fasik Atau Ahli Maksiat"