Mengapa Kebaikan Terasa Berat dan Maksiat Terasa Ringan? Ini Penjelasannya

 

Mengapa Kebaikan Terasa Berat dan Kejelekan Terasa Ringan?

Setiap manusia pasti merasakan hal ini: melakukan kebaikan terasa berat, sementara melakukan keburukan terasa ringan.
Shalat tepat waktu, bersedekah, menahan amarah—semua terasa sulit. Sebaliknya, bermalas-malasan, menunda kewajiban, atau berbicara sia-sia justru begitu mudah dan menyenangkan.

Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari menjelaskan:

“Kebaikan itu telah memiliki pahitnya dan belum terlihat manisnya (nikmat surga), maka terasa berat (dilakukan). Maka janganlah beratnya itu membawamu untuk meninggalkannya.

Sementara kejelekan itu ketika datang terasa manisnya dan belum terlihat pahitnya (adzab di neraka), maka dari itu ia mudah dilakukan. Maka janganlah ringannya (kejelekan) itu membawamu untuk terjatuh ke dalamnya.”
(Fathul Bari, jilid 13, hlm. 614)

Hakikat Kebaikan

Kebaikan selalu menuntut pengorbanan.

  • Shalat butuh meninggalkan tidur nyenyak.

  • Sedekah butuh merelakan harta.

  • Menuntut ilmu butuh kesabaran.

  • Membaca dan menghafal Al-Qur’an kadang terasa berat: lidah terbata, hafalan mudah lupa, atau rasa malas menyerang.

Namun, di balik kepahitan itu ada manis yang menunggu: ketenangan hati, keberkahan hidup, dan janji surga dari Allah.

Allah berfirman:

“Dan adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan.”
(QS. Luqman: 8)

Hakikat Kejelekan

Sebaliknya, maksiat sering tampak manis di awal.

  • Menggunjing terasa seru.

  • Meninggalkan shalat terasa biasa saja.

  • Bermalas-malasan terasa nikmat.

Termasuk juga kecanduan gadget: scrolling media sosial berjam-jam, menonton video tak bermanfaat, atau bermain game berlebihan. Semua tampak menyenangkan di awal, padahal waktu terbuang percuma dan hati semakin lalai.

Allah sudah mengingatkan:

“Dan kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang menipu.”
(QS. Al-Hadid: 20)

Pelajaran yang Bisa Kita Ambil

  1. Jangan menyerah pada beratnya kebaikan.
    Beratnya kebaikan hanyalah pintu menuju manisnya surga.

  2. Jangan tertipu manisnya maksiat.
    Kenikmatan sesaat bisa berakhir dengan kesengsaraan panjang.

  3. Latih diri dengan kesabaran.
    Semakin sering kita melawan hawa nafsu, semakin ringan kebaikan dijalankan.

  4. Ingat balasan Allah.
    Janji surga bagi orang yang istiqamah menguatkan hati, sementara ancaman neraka membuat kita waspada.

Penutup

Kebaikan terasa berat karena pahitnya sudah tampak di dunia, sedangkan manisnya baru tampak di akhirat.
Sebaliknya, keburukan terasa ringan karena manisnya tampak di awal, namun pahitnya baru terasa di akhirat.

Maka, jangan biarkan beratnya kebaikan—seperti membaca dan menghafal Al-Qur’an—membuat kita meninggalkannya. Dan jangan biarkan ringannya keburukan—seperti habisnya waktu dengan gadget—menjerumuskan kita ke dalam kelalaian.

🌸 Semoga Allah meneguhkan hati kita di atas kebaikan hingga kita merasakan manisnya surga yang dijanjikan.

Ditulis oleh: Usth Sukma

Terangi masa depan dengan cahaya Al-Qur'an. Satu gedung bisa melahirkan ribuan penghafal yang akan menjaga kalam Allah. Lewat ekspedisi Iman dari Kata ke Amal, IslamMedia.com ingin membangun Gedung Penghafal Al-Qur'an di pelosok negeri. Bantu anak-anak menjadi generasi Qur'ani..

Ayo donasi via amalsholeh

Posting Komentar untuk "Mengapa Kebaikan Terasa Berat dan Maksiat Terasa Ringan? Ini Penjelasannya"